SENJATA BIOLOGI
Bioteknologi adalah ilmu biologi
molekuler berikut teknik dan aplikasinya yang digunakan untuk memodifikasi,
memanipulasi atau merubah proses kehidupan normal dari organisme-organisme dan
jaringan-jaringan guna meningkatkan kinerjanya bagi keperluan Peperangan biologis adalah penggunaan mikroorganisme
dan racun yang disengaja, umumnya mikroba, tumbuhan atau hewan untuk
menghasilkan penyakit dan kematian pada manusia, ternak dan tanaman pangan.
Daya tarik senjata biologis dalam perang, dan untuk penggunaan dalam serangan
teroris dikaitkan dengan akses mudah ke berbagai agen biologis penghasil
penyakit, dengan biaya produksi rendah, hingga tidak terdeteksi oleh sistem
keamanan rutin, dan untuk kemudahan transportasi mereka. dari satu tempat ke
tempat lain (Witarto, 2002).
Teknologi baru dan mudah diakses memunculkan
proliferasi senjata semacam itu yang berimplikasi pada keamanan regional dan
global. Menanggulangi ancaman semacam itu, dan dalam mengamankan budaya dan
pertahanan perdamaian, kebutuhan akan kepemimpinan dan teladan dalam merancang
strategi pencegahan dan perlindungan telah ditekankan melalui konsultasi dan
kerjasama internasional. Kepatuhan terhadap Konvensi Senjata Biologi dan Toksin
diperkuat dengan tindakan membangun kepercayaan yang didukung oleh penggunaan
protokol pemantauan dan verifikasi, memang merupakan langkah penting dan perlu
dalam mengurangi dan menghilangkan ancaman perang biologis dan bioterorisme manusia. Bioteknologi memiliki
kekhasan dalam hal kemungkinan transfer ciri-ciri organisme melalui proses
rekayasa biologi yang tidak mungkin terjadi secara alamiah. Perkembangan
bioteknologi dalam dasawarsa terakhir sangat pesat, suatu kondisi yang
diprediksikan John Naisbitt (futurolog terkemuka dunia) tentang abad 21 sebagai
abad bioteknologi dan informasi (Hodges, 2000).
Pengertian Senjata Biologi
Senjata biologi (bahasa Inggris: biological
weapon) adalah senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit
lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Senjata biologi
sering disebut sebagai "senjata nuklir orang miskin" (Gould, 1997).
Biaya maupun teknologi yang diperlukan untuk membuat senjata biologis jauh
lebih rendah dan mudah dibanding senjata nuklir atau kimia. Walaupun demikian,
efek penghancuran massa-nya tidak kalah hebat dibanding kedua senjata tadi.
Menurut perhitungan Office of Technology Assessment di Konggres Amerika pada
tahun 1993, 100 kg spora Bacillus
anthracis yang disebarkan di atas ibu kota Washington bisa menimbulkan
korban 3 juta jiwa. Dalam kenyataannya, penyebaran bakteri serupa dari
instalasi pembuatan senjata biologis Rusia di kota Yekaterinburg pada tanggal
2-3 April 1979 telah menelan korban tewas 'puluhan ribu jiwa' di daerah
sekitarnya menurut laporan Union for Chemical Safety, walau laporan resmi
pemerintah hanya 66 orang (Graeves, 1999).
Sejarah Senjata Biologi
Sejarah penggunaan
senjata biologi dimulai pada tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno (scythians)
menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran)
dan mayat makhluk hidup yang telah membusuk. Hal serupa juga
dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan pedangnya ke
dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan
musuhnya. Apabila musuhnya terluka oleh senjata tersebut, maka terjadi
infeksi penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Peristiwa penting dalam
sejarah kuno penggunaan senjata biologi terjadi ketika
bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut
Mati dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi
wabah pes. Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice,
mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi
pes sehingga akhirnya menimbulkan "kematian hitam" (black death)
di wilayah Eropa. Pada tahun 1754-1760, terjadi peperangan antara
bangsa Britania Utara dan bangsa Indian yang melibatkan
penggunaan virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan
pakaian dan selimut dari rumah sakit yang merawat
penderita cacar kepada bangsa Indian untuk memusnahkan
bangsa tersebut (Abyan,
2011).
Pada perang dunia I,
negara Jerman menggunakan dua bakteri pathogen, yaitu Bukholderia mullei yang menyebabkan glanders dan bakteri Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk
menginfeksi ternak dan kuda tentara sekutu. Pada tahun 1932-1935, Jepang
mengembangkan program pembuatan senjata biologi di Cina yang dinamakan unit
731. Sebanyak 3.ilmun Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap
berbagai agen biologi yang berpotensi sebagai senjata, misalnya korela pes, dan
penyakit seksual yang menular. Eksperimen yang diguankan menggunakan tahanan
Cina yang mengakibatkan ± 10.000 tahanan mati pada mas itu. sejak Saat itu,
tidak hanya Jepang yang menyebabkan
senjata biologi, namun juga diikuti oleh negara-negara lain seperti
Amerika dan Uni Soviet. Yang sebenarnya lebih mengerikan adalah
senjata biologis dengan agen yang telah direkayasa secara bioteknologi sehingga
tahan antibiotika, lebih mematikan, stabil dalam penyimpanan dan sebagainya (Abyan, 2011).
Agen Biologi
Agen senjata biologi memliki beberapa patogen yang pernah direncanakan atau sudah
dijadikan sebagai senjata pemusnah massal adalah Bacillus anthracis
(Antrax), Brucella sp. (Brucellosis), Chlamydia psittaci
(Psittacosis), Coxiella burnetii (Demam Q), Escherichia coli,
Shigella (Shigellosis), Francisella tularensis (Tularemia), Vibrio
cholerae (Kolera), Virus Ebola, Virus Marburg, Virus demam kuning
atau yellow fever virus, dll. Klasifikasi atau pengelompokkan
senjata biologi dapat dilakukan berdasarkan taksonomi, inang, sindrom yang
ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya, dan respon praktis atau
menurut sifat fungsionalnya. Salah salah klasifikasi yang sering digunakan
klasifikasi fungsional yang dibuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and
Prevention atau CDC), meliputi:
a.
Kategori
A
1.
Penyebarannya
dapat dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang satu ke yang lain.
2.
Penyebab
tingkat kematian yang tinggi dan berpotensi memengaruhi kesehatan publik.
3.
Dapat
menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial.
4. Memerlukan
penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat. Contoh kategori A:
cacar, antrax, botulisme, dll.
b.
Kategori
B
1.
Kemampuan penyebarannya bersifat moderat.
2.
Menimbulkan
tingkat kesakitan yang moderat dan tingkat kematian yang rendah.
3. Memerlukan
peningkatan kapasitas diagnostik yang spesifik dan peningkatan pengawasan
penyakit. Contoh kategori B: brucellosis, demam Q, Glanders, dll.
c.
Kategori
C
1. Meliputi
patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan di masa depan, karena
memiliki karakeristik: ketersediaan memadai.
2. Mudah
diproduksi dan disebarkan; berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan
kesakitan yang tinggi, serta mampu memengaruhi kesehatan publik. Contoh
kategori C: Virus Hanta, Virus Nipah, demam kuning, dll.
Macam-Macam Senjata Biologis
1. Virus Chimera
Gambar 1. Virus Chimer
(Sumber: Delpac, 2012)
Virus chimera pada gambar 1. didefinisikan oleh Pusat Biologis Veteriner Amerika sebagai "mikroorganisme hybrid baru yang diciptakan dengan bergabung fragmen asam nukleat dari dua atau lebih mikroorganisme yang berbeda di mana masing-masing minimal dua fragmen mengandung gen penting yang diperlukan untuk replikasi. " Istilah chimera sudah dirujuk ke organisme individu yang tubuhnya mengandung populasi sel dari zigot yang berbeda atau organisme yang dikembangkan dari bagian embrio yang berbeda. Dalam mitologi, chimera adalah makhluk seperti Hippogriff atau Gryphon yang terbentuk dari bagian binatang yang berbeda, demikian nama untuk virus ini. Pada akhir tahun 1980-an, pemerintah Uni Soviet mengembangkan project Chimera yang berusaha mengkombinasikan antara smallpox dan ebola menjadi 1 virus super (Delpac, 2012).
2. Virus Nipah
(Sumber: Delpac, 2012)
Virus Nipah pada gambar 2.
diidentifikasi pada bulan April 1999, ketika itu menyebabkan wabah penyakit
saraf dan pernafasan pada peternakan babi di Semenanjung Malaysia, yang
mengakibatkan 257 kasus manusia, termasuk 105 kematian manusia dan pemusnahan
satu juta babi. Di Singapura, 11 kasus, termasuk satu kematian, terjadi pada
pekerja rumah potong hewan terkena babi yang diimpor dari peternakan yang
terkena Malaysia. Virus Nipah telah diklasifikasikan oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit sebagai agen Kategori C. Nama "Nipah" mengacu
pada tempat, Sungai Nipah di Negeri Sembilan Negara, Malaysia, sumber kasus
manusia dari mana virus Nipah pertama kali diisolasi (Delpac, 2012).
3. Rinderpest
Gambar 3. Rinderpest
(Sumber: Delpac, 2012)
Ketika Genghis Khan menginvasi
Eropa pada abad ke-13, ia sengaja melepaskan senjata biologis menakutkan yang
menyerang ternak seperti halnya sapi dengan begitu mematikan, dikenal di
seluruh dunia saat ini dengan nama Jerman-nya, rinderpest. Rinderpes pada
gambar 3. disebabkan oleh virus terkait erat dengan campak, dan itu
mempengaruhi ternak dan hewan ruminansia lainnya seperti kambing, bison dan
jerapah. Kondisi ini sangat menular, menyebabkan demam, kehilangan nafsu makan,
disentri dan radang selaput lendir. Kondisi mengisap selama enam sampai 10
hari, ketika hewan biasanya meninggal akibat dehidrasi (Delpac, 2012).
4. Rice Blast
Sejumlah bakteri, virus dan racun
merupakan ancaman yang signifikan untuk manusia, tapi banyak agen biologis
dunia lebih memilih mangsa yang berbeda: tanaman pangan yang dibudidayakan.
Memotong suplai makanan musuh adalah strategi militer yang telah teruji, apakah
Anda membela tanah air Anda terhadap pasukan invasi atau mengepung kota
bertembok. Tanpa makanan, populasi melemah, panik, kerusuhan dan akhirnya mati. Beberapa negara, terutama Amerika Serikat dan Rusia,
telah mencurahkan banyak penelitian terhadap penyakit dan bahkan serangga yang
menargetkan tanaman pangan utama (Delpac, 2012).
5. Toksin Botulinum
Gambar 4. Toksin Botulinum
(Sumber: Delpac, 2012)
Toksin botulinum pada gambar 4
adalah protein dan neurotoksin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium
botulinum. Ini adalah zat akut yang paling beracun yang pernah dikenal. Toksin
botulinum dapat menyebabkan botulisme, penyakit yang serius dan mengancam jiwa
pada manusia dan hewan, tidak berwarna dan tidak berbau. Dalam 12 hingga 36 jam
kemudian, akan muncul gejala: kaburnya pengelihatan, muntah dan kesulitan
menelan.Tanpa dukungan pernapasan, Clostridium botulinum bisa membunuh dalam
tempo 24 sampai 72 jam (Delpac, 2012).
6. Tularemia
Gambar 5. Tularemia
(Sumber: Delpac, 2012)
Pada
gambar 5 tularemia adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Francisella tularensis. Penyakit
ini didapat setelah bersentuhan dengan binatang dan unggas itu, oleh memakan
daging yang tidak dimasak benar-benar dan dari gigitan kutu binatang atau
serangga penghisap darah lain. Kelinci ialah binatang sumber penyakit ini yang
paling umum.
Mikroorganisme yang menyebabkan itu
adalah salah satu bakteri yang paling menular di Bumi. Ttahun 1941, Uni Soviet
melaporkan 10.000 kasus penyakit. Kemudian, selama pengepungan Jerman
Stalingrad pada tahun berikutnya, jumlah ini melonjak menjadi 100.000 (Delpac, 2012).
7. Plague
Gambar 6. Plague
(Sumber: Delpac,
2012)
Gambar 8 menujukkan virus
Plague. Virus ini adalah virus yang mematikan. Korban
yang terinfeksi virus Palgue, jika tidak diobati dalam 24 jam pertama infeksi,
70 persen dari mereka mengalami kematian. Wabah menyebar melalui udara dengan
batuk, bersin dan kontak tatap muka. Gejalanya meliputi demam tinggi, batuk,
lendir berdarah dan kesulitan bernapas (Delpac, 2012).
8. Virus Ebola
Gambar 7. Virus Ebola
(Sumber: Delpac, 2012)
Ebola pada gambar 7 adalah sejenis
virus dari genus Ebolavirus, familia Filoviridae. Gejala-gejalanya antara lain
muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, dan demam. Tingkat
kematian berkisar antara 80% - 100%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di
Kongo. Penyakit Ebola dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan
tubuh atau kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai 21 hari, umumnya antara 5
sampai 10 hari. Sejauh ini, Ebola adalah penyakit yang paling mematikan
diseluruh dunia (Delpac, 2012).
9. Anthrax
Gambar 8. Anthrax
(Sumber: Delpac, 2012)
Antraks adalah penyakit sangat
mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang
paling ganas yang terdapat pada gambar 8. Dalam Bahasa Yunani, Antraks bermakna
"batubara". Istilah ini digunakan karena kulit para korban akan
berubah menjadi hitam. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat
ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama
manusia. Tahun 2001 kantor senat Amerika pernah mendapat serangan Antraks
melalui media surat, 5 terbunuh dan 17 terinfeksi (Delpac, 2012).
10. Smallpox
(Sumber: Delpac, 2012)
Pada gambar 9, smallpox disebabkan
oleh virus variola. Tanda-tanda terjangkit smallpox seperti halnya demam
tinggi, sakit pada badan, ruam yang berkembang dari benjolan berisi cairan
menjadi koreng, bekas luka berbentuk bintik-bintik (Delpac, 2012).
Keuntungan Senjata Biologis
Penggunaan senjata biologi memiliki
beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan jenis senjata militer lainnya.
Beberapa keuntungan pemakaian senjata biologi adalah biaya produksi relatif
murah dibandingkan senjata penghancur lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan agen biologi cukup sederhana, dan waktu yang diperlukan dalam
pembuatannya relatif lebih pendek. Secara ekonomis, pembuatan senjata biologi
juga menguntungkan karena dapat dibuat vaksin atau penawar dari senjata biologi
yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat diperdagangkan
kembali dengan harga tinggi. Penyerangan dengan senjata biologi disukai oleh
banyak negara karena penyebarannya tidak terdeteksi dan musuh tidak menyadari
adanya penyerangan dengan senjata biologi. Selain itu, agen biologi yang hidup
di dalam tubuh manusia dapat berkembang biak dan menyebar dari individu satu ke
individu lain secara alami. Hal ini sangat mungkin terjadi karena agen biologi
(terutama virus) yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau,
dan tidak berasa. Dibandingkan dengan senjata nuklir, senjata biologi lebih unggul
karena penggunaannya tidak merusak infrastruktur atau fasilitas yang ada dalam
daerah yang diserang, sehingga infrastruktur yang tertinggal dapat dimanfaatkan
kembali.
Kerugian Senjata Biologis
Penggunaan senjata biologi juga memiliki kelemahan
yang apabila tidak diperhitungkan secara cermat dapat merugikan. Di antaranya
adalah perlunya perhitungan cuaca atau kondisi yang tepat untuk melakukan
penyebaran senjata tersebut karena sedikit perubahan arah angin dapat
mengakibatkan agen biologi berbalik menyerang diri sendiri. Untuk agen biologi
yang disebar melalui udara, waktu tinggal atau ketahanan mereka di udara
merupakan hal yang penting untuk diketahui agar tidak terjadi infeksi sekunder
pada pasukan penyerang ketika mereka memasuki daerah yang telah berhasil
dilumpuhkan /diinfeksi.
Pasukan yang bertugas menyebarkan senjata biologi
juga harus dilengkapi dengan berbagai alat pelindung karena risiko terinfeksi
agen biologi yang digunakan sebagai senjata dapat dialami oleh mereka. Beberapa
jenis senjata biologi juga diketahui rentan terhadap radiasi matahari maupun
perubahan cuaca sehingga agen biologi dapat terinaktivasi dan tidak dapat
berfungsi dengan baik. Untuk beberapa jenis senjata biologi seperti itu,
biasanya dilakukan penyebaran pada larut malam atau pagi subuh sehingga radiasi
matahari tidak akan mengganggu dan agen biologi dapat menyebar pada ketinggian
yang rendah dan menyelimuti daerah yang diserang. Kerugian lain dari penggunaan
senjata biologi adalah adanya beberapa agen biologi yang dapat bertahan lama di
lingkungan (seperti spora Bacillus
anthracis) sehingga daerah yang telah diinfeksi tidak dapat
dihuni/ditinggali dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pencegahan Penggunaan Senjata Biologis
Perjanjian di tingkat internasional yang melarang
penggunaan senjata biologis dimulai sejak Geneva Protocol tahun 1925. Akan
tetapi, sejarah memperlihatkan bahwa pengembangan senjata biologis tetap
berlanjut. Salah satu contoh yang terdokumentasi adalah penggunaan senjata
biologis oleh tentara Jepang dalam perang dunia ke-2 di Cina. Untuk itu, pada
tahun 1972disepakati perjanjian Biological and Toxin Weapon Convention (BTWC)
yang disponsori oleh PBB. Dalam perjanjian ini, lebih ditegaskan lagi mengenai
“pelarangan dalam pengembangan, pembuatan dan penyimpanan segala jenis senjata
biologis” (Witarto, 2002).
Sampai saat ini tak kurang dari 140 negara telah
menandatangi perjanjian ini, termasuk Indonesia, Amerika, dan Rusia. Akan tetapi kelemahan utama BTWC adalah tidak
adanya kesepakatan bersama untuk pengawasan dan pembuktian, sehingga perjanjian
ini mirip “singa tanpa gigi”. Rusia dan Irak terbukti mengembangkan senjata
biologis walaupun ikut menandatangani persetujuan tersebut. Hal ini mendorong
dibentuknya grup Ad Hoc pada tahun 1995 untuk membuat protokol inspeksi dan
pembuktian di lapangan. Pada awalnya, Amerika mendukung penuh kerja panitia Ad
Hoc itu melalui pernyataan Presiden Clinton tahun 1998. Akan tetapi, di akhir
protokol tersebut hampir selesai, sikap Amerika dibawah pemerintahan Presiden
Bush berbalik total dengan tidak hanya menolak protokol itu tapi juga mengancam
akan keluar dari perjanjian. Sikap ini mengingatkan pada langkah Amerika keluar
dari perjanjian Kyoto mengenai pengurangan emisi gas karbon dioksida atau
perjanjian peluru kendali antar benua (Witarto, 2002).
Alasan utama yang dikemukakan oleh Amerika pada
bulan Juli 2001 lalu adalah ketidak sukaannya terhadap inspeksi yang bersifat
rutin atau mendadak kepada segala instalasi militer, akademik ataupun industri
yang berhubungan dengan persenjataan ini, yang mungkin menyebabkan bocornya
rahasia perdagangan. Selain itu, Amerika khawatir protokol yang ada, dapat
membahayakan perdagangan senjata dan teknologi terkait. Seperti dilaporkan
jurnal Nature Biotechnology, sampai saat ini Amerika adalah peng-ekspor
teknologi terkait, paling besar di dunia. Pada tahun 1994 saja, ada 531 lisensi
yang dijual ke luar negeri. Kebijakan penolakan ini didukung kuat oleh asosiasi
industri farmasi Amerika (PHRMA) (Witarto, 2002).
Pada akhirnya, pengesahan BTWC yang sedianya akan
dilakukan pada pertemuan 5th Review
Conference di Jenewa, Swiss pada tanggal 19 November – 7 Desember 2001
yang lalu, gagal. Menurut Presiden dari Konferensi tersebut, Tibor Toth dari
Hungaria, sebenarnya sudah 98% jalan menuju penandatangan BTWC dilalui dengan
mulus. Banyak pihak, menilai penolakan Amerika adalah penyebab utama kegagalan
ini. Pada akhirnya diputuskan untuk mengundur kesepakatan setahuan lagi
(Witarto, 2002).
REFERENSI
- Abyan. 2011. Senjata Biologi. [http://militerania. blogspot.co.id/ 2011/08/ senjata-biologi. Html]. [diakses pada 20 Desember 2017. Pukul 05. 25 WIB].
- Delpac. 2012. Semua senjata biologis memang menakutkan. Namun disini akan dijelaskan secara ringkas tentang 10 senjata biologis yang efeknya paling destruktif. [https://www .kaskus.co.id /thread / 5185296c0a75b44b45000006/ 10- senjata- biologis- paling-menakutkan/]. [diakses pada 20 Desember 2017. Pukul 7. 13 WIB].
- Fidler, David, 1999. International Law And Infectious Diseases. Oxford: Clarendon Press.
- Witarto, Arief B. 2002. Bahaya Senjata Biologis. Berita Iptek: Sains Dan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.