Bioteknologi sangatlah
luas cakupannya, salah satunya yaitu bioteknologi pada perairan ataupun
perikanan. Bioteknologi perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus
pada bidang perikanan. Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat
luas, mulai dari rekayasa media budidaya, ikan, hingga pascapanen hasil
perikanan. Pemanfaatan mikroba telah terbukti mampu mempertahankan kualitas
media budidaya sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan.
Salah satu fenomena
yang banyak diperbincangkan dkawasan masyarakat saat ini mengenai bioteknologi
perairan ini yaitu banyaknya para petani ikan yang menjual kerang hijau (Perna viridis) yang mengandung
kadar logam timbal. Karena tingkat konsumsi kerang hijau di masyarakat sangat
tinggi, maka perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai ciri dan bagaimana kita
sebagai masyarakat mengetahui cara menurunkan kadar logam timbal pada kerang
hijau tersebut.
Beberapa
penelitian telah menemukan salah satu cara untuk mengurangi kadar logam berat
jenis timbal pada kekerangan dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami yang
dapat digunakan antara lain jeruk nipis dan asam jawa. Kemampuan jeruk nipis
dan asam jawa dalam mengurangi kadar logam berat pada kerang dikarenakan dalam
buah tersebut mengandung asam sitrat. Tomat memiliki kandungan asam sitrat
sehingga dapat digunakan untuk menurunkan logam berat pada kekerangan. Kandungan
asam sitrat pada buah dapat berfungsi sebagai pengikat logam, sehingga logam
dapat berikatan dengan asam sitrat dan akan membentuk ikatan kimia kompleks
dengan asam sitrat dan kandungan logam dalam kerang akan berkurang.
Sebelum kami paparkan bagaimana mekanisme buah
tomat dalam menurunkan timbal, kita fahami terlebih dahulu mengenai kerang
hijau, timbal dan juga penggunaan buah tomat untuk penurunan timbal pada kerang
hijau.
1.
Pengertian
kerang hijau
Kerang hijau (Perna
viridis) adalah salah satu sumberdaya hayati yang memiliki nilai ekonomis
tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kerang hijau mudah dan relatif
cepat dalam pembudidayaannya. Selain itu, kerang hijau (Perna viridis ) memiliki kandungan gizi yang tinggi untuk
dikonsumsi, yaitu terdiri dari 49,8 % air, 21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 %
karbohidrat dan 4,3 % abu sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan
daging sapi, telur maupun daging ayam karena 100 gram daging kerang hijau ini
mengandung 100 kalori (Hutagalung, 2001).
Namun, dalam pembudidayaan kerang hijau haruslah
diperhatikan penentuan lokasinya dan kondisi perairan yang sesuai dengan hidup
kerang hijau. Karena jika hal tersebut tidak diperhatikan, maka akan
memunculkan dampak bagi lingkungan maupun bagi kesehatan manusia.
Morfologi dari kerang hijau (Perna viridis ) ini yaitu; memiliki bentuk kaki yang merupakan
pelebaran dari bagian tubuh yang berbentuk pipih lateral seperti kapak kecil,
memiliki dua cangkang yang tipis dan simetris yang dapat dibuka tutup, memiliki
persendian yang halus, dan otot aduktor pada bagian anterior. Pada kerang hijau
yang dewasa, memiliki byssus yang kuat untuk menempel. Kerang hijau
dapat mencapai panjang maksimum 16,5 cm, tetapi umumnya berukuran 8 cm. kerang
hijau ini merupakan binatang lunak yang termasuk dalam kelas bivalvia atau pelecypoda (Adedokun,
2008), Adapun klasifikasi dari kerang
hijau menurut Adedokun (2008), yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Bivalvia
Ordo : Anisomyria
Family : Mytilidae
Genus : Perna
Spesies : Perna
viridis
Perna viridis juga mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi
logam berat. Sehingga dengan adanya limbah logam berat seperti Pb dan Cu akan
terakumulasi pada tubuh kerang hijau dan akan mengganggu proses pengambilan
makanannya. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus dalam jangka waktu lama
dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi
organisme kerang hiijau (Perna viridis) (Muawanah dkk., 2005). Logam
kemudian akan diserap dan tertimbun di jaringannya dan mengalami proses
biotransformasi dan bioakumulasi. Apabila kerang dengan kadar logam Cd tinggi
tersebut dikonsumsi manusia, maka dalam tubuh manusia akan terjadi proses
biomagnifikasi dan dapat mengganggu fungsi organ tubuh manusia.
Proses masuknya logam kedalam tubuh yaitu masuk
melalui lapisan lipid dari dinding sel melalui proses endosistosis. Saat masuk
ke tubuh, organ tubuh memiliki kemampuan untuk mereduksi logam berat. Logam
berat yang masuk ke saluran pencernaan akan dibuang bersamaan dengan feses.
Pada darah, logam berat akan di fagositasi oleh sel darah putih. Sebenarnya
dalam hepatopankreas Juga terdapat sitokrol P450 yang memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan logam berat dari tubuh. Karena jumlahnya terbatas, logam berat
yang telah masuk dalam tubuh akan, disimpan terlebih dahulu dengan cara di
fagositasi oleh sel pada hepatopankreas, dan nantinya akan di sekskresikan.
Disisi lain, karena afinitasnya yang tinggi, logam berat yang disimpan
tersebut akan berikatan dengan gugus sllifidril
sehingga sukar untuk lepas, karena ikatannya bersifat irreversible. Hg,
Pb dan Cd termasuk logam berat yang sukar dilepaskan kembali, karena telah
bcrikatan dengan gugus sllifidril (Paasivirta 2000).
2.
Timbal
Timbal (Pb)
merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup
karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka
waktu lama dan toksisistasnya tidak berubah (Brass & Strauss, 1981).
Timbal (Pb)
dapat mencemari udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Masuknya Pb
ke tubuh manusia dapat melalui makanan dari tumbuhan yang biasa dikonsumsi
manusia seperti padi, teh dan sayur-sayuran. Logam Pb terdapat di perairan baik
secara alamiah maupun sebagai dampak dari aktivitas manusia. Logam ini masuk ke
perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Selain
itu, proses korofikasi dari batuan mineral juga merupakan salah satu jalur
masuknya sumber Pb ke perairan (Palar, 1994).
Menurut Darmono (2001),
timbal adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme
toksitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya, yaitu sebagai
berikut:
a.
Sistem
hemopoeitik: timbal akan mengahambat sistem pembentukan hemoglobin sehingga
menyebabkan anemia.
b.
Sistem saraf
pusat dan tepi: dapat menyebabkan gangguan enselfalopati dan gejala gangguan
saraf perifer.
c.
Sistem ginjal :
dapat menyebabkan aminoasiduria, fostfaturia, gluksoria, nefropati, fibrosis
dan atrofi glomerular.
d.
Sistem
gastro-intestinal: dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.
e.
Sistem
kardiovaskular: menyebabkan peningkatan permeabelitas kapiler pembuluh darah.
f.
Sistem
reproduksi: dapat menyebabkan kematian janin pada wanita dan hipospermi dan
teratospermia.
3.
Pengaruh
Tomat Terhadap Timbal
Hasil uji kadar
asam sitrat pada buah tomat didapatkan hasil sebesar 0,23%. Senyawa asam sitrat
pada tomat dapat digunakan sebagai bahan alami untuk menurunkan kadar logam
berat pada kerang. Kerang hijau yang diuji organoleptik dan hedonik dalam
penelitian tahap Iyaitu kerang hijau dengan perlakuan perendaman menggunakan
larutan tomat konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%. Hasil uji organoleptik daging
kerang hijau yang direndam menggunakan larutan tomat menununjukan bahwa semakin
lama waktu perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kenampakan,
bau, dan tekstur daging kerang hijau namun berpengaruh terhadap rasa.
Perendaman 90 menit menghasilkan produk daging kerang hijau yang masih layak
konsumsi.
Kenampakan
daging daging kerang hijau setelah perendaman dengan lama waktu yang berbeda
masih memiliki kenampakan utuh, semakin lama perendaman tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kenampakan. Kenampakan pada suatu bahan pangan
mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen, bahan yang memiliki kenampakan baik
meningkatkan daya tarik terhadap konsumen. Karakter sensori makanan sebagian
besar dinilai dengan cara visual. Gabungan dari indra lainnya, terutama bau
dapat berkontribusi terhadap penilaian kenampakan. Rasa adalah yang paling
utama dalam penerimaan konsumen, diikuti oleh tekstur lalu kenampakan.
Bau daging
kerang hijau setelah perendaman dengan lama waktu yang berbeda masih tetap
segar, semakin lama perendaman bau daging kerang hijau tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap bau daging kerang hijau. Rasa daging daging kerang
hijau setelah perendaman dengan lama waktu berbeda terhadap kontrol berbeda
nyata karena rasanya berubah menjadi asam, akan tetapi rasa setelah dilakukan
perendaman dengan lama waktu berbeda tidak berbeda nyata. Daging kerang hijau
setelah perendaman dengan lama waktu berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
tekstur. Tekstur pada bahan pangan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan.
Perbedaan lama
perendaman daging kerang hijau dengan larutan buah tomat konsentrasi 100%
menyebabkan perubahan kadar timbal yang sangat nyata. Persentase dari kadar
timbal dalam daging kerang hijau pada perlakuan perendaman dengan lama waktu 30
menit, 60 menit, dan 90 menit yaitu mengalami penurunan sebesar 32,98%, 39,17%
dan 59,79%. Hasil penurunan kadar timbal tersebut menunjukan bahwa semakin lama
waktu perendaman dengan larutan tomat maka semakin besar kadar timbal yang
dapat dikurangi.
Asam sitrat
dalam buah tomat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar timbal pada
daging kerang sehingga larutan tomat dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar
logam berat. Proses pengikatan ion logam dengan gugus pengikat logam berawal
dari tiga gugus karboksil (COOH) yang dapat melepaskan proton di dalam larutan.
Jika hal demikian terjadi, ion yang dihasilkan adalah berupa ion sitrat. Asam
sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH
suatu larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan ion-ion logam sehingga
membentuk garam sitrat.
Penurunan
kandungan logam timbal juga disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan
kompleks logam protein. Selain itu, logam timbal merupakan jenis logam yang
dapat larut dalam lemak. Dalam perendaman dengan larutan asam, lemak akan
membentuk emulsi yang halus dan larut di dalam larutan asam sehingga dengan
melarutnya lemak juga akan melarutkan logam timbal.
4.
Kesimpulan
Jadi, kesimpulan
yang dapat diambil dari paparan tersebut yaitu perlakuan perendaman kerang
hijau dengan menggunakan larutan tomat menyebabkan penurunan yang signifikan
terhadap kadar timbal, kadar air, nilai pH dan organoleptik (rasa). Semakin
lama waktu perendaman maka semakin besar penurunan logam pada daging kerang
hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Adedokun OA, Adeyemo
OK, Adeleye E, Yusuf RK. 2008. Seasonal Limnological Variation and Nutrient Load of the River
System in Ibadan Metropolis, Nigeria. European Journal, olScientUk Research 23(
I): 98-108.
Brass,
G. M. dan Strauss, W. 1981. Air Pollution Control . John Willey &
Sons. New York.
Darmono.
2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran:
Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.
Hutagalung, H. P. 2001. Mercury and Cadmium content in green mussel, Mytilus
viridis L. From Onrust
waters, Jakarta Bay Creator. Bull. Env. Cont. And Tox. 42(6): 814-820.
Muawanah, N. Sari, Hendrianto dan
A. Triana. 2005. Pemantauan lingkungan
perairan pada Kegiatan Pengembangan Budidaya dan Sanitasi Kerang hijau (Perna
viridis) di Kabupaten Padeglang, Provinsi Banten.
Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur.
4(1): 13-16.
Paasivirta
J. 2000. Chemical Ecotoxicology.
Lewis Publishers. Florida.
Palar.
1994. Pencemaran Dan Toksikologi Logam
Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Rahde, A. F. Lead Inorganic. IPCS INCHEM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar